IVAN SCUMBAG : ABADI DALAM KEMATIAN
“Aku melihat kematian begitu indah
Bulat pucat purnama di langit yang gelap
Memenuhi rongga langit yang temaram dengan aroma dupa mistik yang misterius
Aku melihat kematian begitu indah
Lembut mengalir bening, membelai batu gamping warna krem yang berserak di dasarnya”
Bulat pucat purnama di langit yang gelap
Memenuhi rongga langit yang temaram dengan aroma dupa mistik yang misterius
Aku melihat kematian begitu indah
Lembut mengalir bening, membelai batu gamping warna krem yang berserak di dasarnya”
Para penikmat musik underground masih belum percaya akan sosok dari seorang Scumbag yang telah meninggalkan dunia. Lengkingan dan teriakan yang sangat gahar menyuarakan realita kehidupan masih terus menggema di telinga. Sosok yang ramah, pribadi yang menyenangkan, dan banyak memberikan motivasi itu memang sudah tiada. Ivan Scumbag adalah sosok yang banyak memberikan motivasi dan menciptakan hal-hal baru untuk dunia underground Indonesia. Sosok Ivan yang sangat berkarisma diatas panggung dengan cepat menyedot perhatian massa. Gayanya yang ugal ugalan dan tidak bisa diam menyihir banyak orang. Ia mendedikasikan dirinya sebagai seorang Scumbag pada waktu itu. Dan ia memang pantas mendapatkan julukan tersebut.
Pria yang bernama lengkap Ivan Firmansyah ini menggebrak dunia underground Indonesia bersama band hardcore-metal nya bernama Burgerkill. Pria kelahiran 1 April 1978 dikenal sebagai pribadi yg menyenangkan,juga pendiam. Minatnya akan musik telah terlihat sejak ia masih kecil. Dan mulai bermain band sejak ia bersekolah di sekolah menengah pertama. Akhirnya setelah berulang kali membentuk band,pada tahun 1995 ia masuk Burgerkill yang didirikan oleh Eben dan Kimung. Burgerkill pada awal karirnya lebih sering main di Jakarta. Bahkan sempat disangka band Jakarta karena hal tersebut. Disamping memang pada waktu itu mereka masih membawakan Old School Hardcore Seperti Minor Threat, Circle Jerks, Black Flag, yg notabenenya lebih banyak dimainkan oleh band band Hardcore Jakarta dibandingkan dengan Bandung.
Perkenalanya dengan Beby, penabuh drum Beside kala itu memikat hatinya untuk bermain musik. Kendati darah seninya telah mengalir dari Ayahnya, karena memang seorang seniman handal. Semenjak itulah Ia kerap menghabiskan waktunya bermain musik ria. Aliran Bawahtanah menjadi gender yang diusungnya kelak. Burgerkil jadi pelabuhan sekaligus muara dalam mengekpresikan kegelisahan, kecambuk hatinya saat mengejar persoalan yang dihadapinya. Namun, ada yang unik dari Scumbag ini. Meski seorang pentolan kelompok Metal yang sarat pengguna dzat adiktif, tapi dalam urusan ibadah tak mau ketinggalan. Misalnya saat puasa di bulan ramadhan Ia selalu menasihati kawan-kawanya untuk tetap shaum dan shalat.
Aing kan geus mabok van! Sengit Bebi protes. Eh..!! mabok mah mabok. Tapi nu lima waktu kudu jalan terus”, ivan menjawab tak kalah sengit. Inilah percakapan yang mengasikan. Diakui atau tidak masa kecilnya yang dipenuhi dengan bimbingan keagamaan yang kuat membuat Ia tetap mempertahankan rutinitas ibadah. Keaktif di Ikatan Remaja Mesjid Membangun Daerah (Remamuda) Al-Hidayah; Ikatan Remaja Nurul Islam (IRNI); Ketua Ikatan Remaja Mesjid Sekolah Menengah Pertama (SMP) 12 Bandung. Melengkapi keimananya.
Aing kan geus mabok van! Sengit Bebi protes. Eh..!! mabok mah mabok. Tapi nu lima waktu kudu jalan terus”, ivan menjawab tak kalah sengit. Inilah percakapan yang mengasikan. Diakui atau tidak masa kecilnya yang dipenuhi dengan bimbingan keagamaan yang kuat membuat Ia tetap mempertahankan rutinitas ibadah. Keaktif di Ikatan Remaja Mesjid Membangun Daerah (Remamuda) Al-Hidayah; Ikatan Remaja Nurul Islam (IRNI); Ketua Ikatan Remaja Mesjid Sekolah Menengah Pertama (SMP) 12 Bandung. Melengkapi keimananya.
Ia sempat kuliah disalah satu purguruan tinggi negeri bergengsi didaerah Jatinangor, Sumedang. Akan tetapi, karena ia merasa musik adalah jalan hidupnya,ia pun memutuskan untuk drop out,dan terus menghajar jalanan bersama Burgerkill. Ivan tidak pernah hidup menetap disuatu tempat. Walaupun pada dasarnya Ivan dulu tinggal bersama keluarganya, namun setelah ayahnya meninggal Ivan memetuskan untuk keluar dari rumah karena tidak ingin membebani ibunya.Ia lebih sering menghabiskan waktunya dijalanan,atau dirumah sahabat sahabatnya. Ia merasa sangat menikmati kehidupannya tersebut. Ia begitu membumi dengan segala kerendahan hatinya walaupun bisa dibilang ia adalah seorang panutan dikomunitas bawah tanah Bandung. Banyak orang yg berlomba ingin dekat dengan Ivan,dan dengan tangan terbuka,ia menerima mereka semua.Begitulah dia,semakin orang lain memujanya,semakin ia merendahkan dirinya.Tidak ada ego seorang Rock Star sedikitpun dalam dirinya.
Satu hal lagi yang tak kalah menarik darinya, keinginya untuk menulis terpatri dalam coretan dinding kamar WC Rony salah satu kawan karibnya dan buku hariannya. Ikhtiar sekaligus mengikuti orang beradab dalam menulis terus mengebu-gebu bak api, manakala Ia mendapatkan tawaran membuat ilustrasi untuk buku ‘Tiga Angka Enam’ karya Addy Gembel (Forgoten) dari Minor Books yang dikomandoi oleh Kimung. Keterlibatanya dalam dunia tarik suara tak bisa diragukan lagi. Band Burgerkill tak bisa dipisahkan darinya lasmana dua sisi mata uang. Kegigihanya dalam berdendang menorehkan beberapa karya monumental. Hingga kini terkenang dalam ingatan pecinta musik underground, diantaranya; “DUA SISI” MC Album, Riotic Records, (2000), “BERKARAT” MC & CD Album, Sony Music Ent. Indonesia, (2003), “DUA SISI REPACKED” MC & CD Album, Sony Music Ent. Indonesia, (2005), “BEYOND COMA AND DESPAIR” MC & CD Album, Revolt! Records, (2006).
Beberapa penghargaan pun telah diraihnya. Antara lain Nominator “Band Independent Terbaik” versi majalah NEWSMUSIK Indonesia, (2000), Exclusive 1 year Endorsement “PUMA Sports Apparel” USA, (2001), Exclusive 2 year Endorsement “INSIGHT Clothing” Australia, (2002), Award “Best Metal Production” (“Berkarat”, Sony Music Ent.), AMI AWARDS, (2004), Salah satu Album Terbaik (“Beyond Coma…”, Revolt! Records) versi majalah RIPPLE Indonesia, (2006), 20 Album Indonesia Terbaik (“Beyond Coma…”, Revolt! Records) versi majalah ROLLING STONE Indonesia, (2006), Original Soundtrack “Hantu Jeruk Purut” Movie, Indika Film, (2006), Original Soundtrack “Malam Jum'at Kliwon” Movie, Indika Film, (2007).
Di tengah-tengat derasnya arus pelabelan dan mudahnya menjadi seleb mendadak. Scumbag bareng Burgerkill saat teken kontrak selama 6 album dengan Sony Music, malah rela meninggalkan produksi record ternama itu dan kembali ke Indie. Keputusan inilah yang menjadi decak kagum, Gustaff H Iskandar, Seniman bekerja untuk Bandung Center For New Media Arts Common Room Networks Foundation di prolog buku Based On True Story My Self Scumbag (Beyond Life And Death) (2007;365) . Namun keterbatasan inilah yang justru malah membina mereka menjadi musisi-musisi yang konsisten diranah idealisme yang tinggi. Terkondisikan oleh gesekan-gesekan dari lingkungan sekitar, membuat mental musisi-musisi Ujungberung menjadi kuat. Ini terbukti hingga sekarang mereka tetap konsisten memainkan musik yang mereka sukai, tidak terpancing oleh arus trend yang global. Justru merekalah yang kemudian menciptakan trend di kalangan musisi underground Bandung, Bahkan Indonesia.
Namun dalam perjalanannya meraih prestasi tersebut sosok Ivan sembat membaur dengan drugs dan alkohol yang mewarnai masa lalunya. Ivan mulai dari masa kecil yang dibesarkan dari kurangnya kontrol dari keluarga dan semasa remaja. Ivan kerap berpindah asuhan, sehingga figur keluarga sebagai kontrol dirinya cenderung semakin membias. Pola pikir yang tidak terkendali yang sangat kontradiktif dengan bimbingan keagamaan yang ia dapatkan dan bersifat dogmatis. Pendekatan dan pemahaman yang selintas ternyata tidak cukup dalam membentengi diri dari sisi pendobrakan dari relung jiwa Ivan. Hal inilah yang menjadi konflik besar dari dalam diri Ivan.
Konflik antara penasaran dan gengsi ABG , dengan bisikan alim dalam jiwanya digambarkan dengan jelas beserta illustrasi gambar di dalamnya. Konflk inilah yang merongrong kestabilan jiwa Ivan secara perlahan baik hubungan dengan band, kekasih dan keluarganya dan diperparah dengan meninggalnya sang ayah dan merupakan satu satunya dari keluarga Ivan yang dianggap sebagai kontrol dan stabilitas keluarga. Rasa kecewanya tersebut semakin terlampiaskan dengan manifestasi kecanduan drugs dan alcohol yang akhirnya malah dapat dimanifestasikan dengan berbagai karyanya berupa lirik lirik Burgerkill dalam album Berkarat dan album terakhirnya Beyond Coma and Despair yang cenderung merupakan cerita nyata dalam kehidupan keseharian dari sang maestro, Ivan.Scumbag.
Lirik yang ia ungkapkan begitu jujur dan sederhana. Ia mempertanyakan dirinya, masyarakat, tuhannya, kehidupannya, dan segala yang bertalian di dirinya. Lebih menyentuh lagi karena lirik tersebut ia ungkapkan dalam bahasa Inggris yang indah. Saya bahkan sempat lupa bahwa lirik lagu tersebut disuarakan dengan alunan musik yang sangat menghentak. Di akhir hidupnya dengan penyakit yang ia derita, yang ia sendiri tak tahu ia sedang sakit apa, Ivan tetap menjalankan komitmennya untuk berolah vokal. Sesak nafasnya, sakit kepalanya, dan ketidaksadarannya yang datang tiba-tiba sama sekali tidak membuat Ivan meminta izin untuk beristirahat. Ia tetap menyuarakan suaranya yang fenomenal, berusaha menjangkau range yang ia bayangkan, dan membuat beragam lirik yang menyuarakan kegalauannya akan hidup dan kerinduannya pada satu tempat bernama spiritual.
Di tengah semua prestasi yang sedang ia raih dan berhasil ia raih, ternyata langkah Ivan harus dihentikan. Tuhan lalu memanggil Ivan dalam usia yang cukup muda tanpa memberi tahu Ivan, keluarganya, sahabatnya, dan para pecintanya apa yang menjadi penjemput Ivan. Ya, tidak ada yang tahu sakit apa Ivan sebenarnya. Diagnosa pertama Ivan sakit TBC. Diagnosa yang cukup mengguncang Ivan karena pada saat itu ia mulai merasa komunitasnya menjauhinya lewat elakan mereka meminum dalam satu gelas yang sama dengan Ivan dan memaksa Ivan menjadi pengisap satu ganja urutan terakhir. Diagnosa itu bertahan cukup lama hingga terapi pengobatan TBC Ivan berakhir. Diagnosa itu baru diketahui salah setelah Ivan sekarat. Katanya, sakit Ivan bukanlah di paru-parunya melainkan di otaknya. Ada yang menyumbat peredaran darah otak Ivan sehingga Ivan sering merasakan sakit luar biasa di kepalanya dan sering buang air kecil tanpa terkontrol serta pingsan. Diagnosa yang cukup terlambat karena Ivan akhirnya meninggal bulan Juli di tengah ibunya, sahabatnya, dan calon istrinya yang rencananya akan ia nikahi bulan Desember di tahun yang sama, tak beberapa lama setelah diagnosa itu terbit.
Sebuah kisah yang menarik dari seorang pentolan underground. Begitu banyak pembelajaran yang diberikan oleh kehidupan Ivan. Begitu banyak kehidupan di luar kita yang tidak sepatutnya kita remehkan. Lagi-lagi, menghormati adalah hal terpenting yang harus kita miliki dalam diri kita.








Menguak
kembali sejarah musik andergroun di bandung Pada dekade 1990-an, musik
underground menyerbu Indonesia khususnya di Bandung. Pada saat itu,
Bandung menjadi barometer musik aliran-aliran cadas seperti metal,
grindcore, punk dan hardcore. Dimulai pada 1989-1993, sejumlah musisi
underground di Bandung mendirikan sebuah komunitas Bandung Death
Brutality Area (Bedebah) yang menjadi cikal bakal komunitas bawahtanah
di Indonesia. Mereka langsung membuat sebuah studio Palapa yang menjadi
tempat berkreativitasnya para musisi cadas Ujungberung-Bandung.
Tampaknya, pada era 1990 tersebut, geliat musik underground semakin
beringas dan merebak hingga berbagai daerah di sekitaran Bandung. Dengan
hadirnya komunitas underground pertama itu, semakin menginspirasi
pecinta musik cadas lainnya untuk mendirikan Bandung Lunatic Underground
(BLU) pada 1993, meskipun hanya bisa bertahan dalam satu tahun. Namun,
pada 1995 inilah perkembangan musik underground di Bandung mulai
menapaki era keemasannya. Dengan bermunculan band-band metal semacam
Forgotten, The Cruels, Sonic Torment, Sacrilegious Mesin Tempur dan
Burger Kill. Meskipun, sebuah band Jasad sudah lama malang melintang
pada era 1992 menjadi salah satu pelopor band metal di Bandung. Pada
tahun tersebutlah, nama Ujungberung Rebels mulai dikenal publik.
Sejumlah kegiatan yang digelar oleh komunitas musisi cadas ini memang
cukup kreatif untuk memajukan musik underground. Dengan membentuk
Extreme Noise Grinding (ENG) dan Homeless Crew, perkembangan musik
underground semakin maju dimulai dari pembuatan zine-zine propaganda
semacam Revograms, Ujungberung Update dan NuNoise. Isinya seputar
perkembangan musik, kultur dan hal-hal lainnya yang menginformasikan
tentang underground. Homeless Crew sendiri lahir sebagai Even Organizer
bentukan musisi multi talenta bernama Kimung serta kedua kawannya Ivan
Scumbag dan Adi Gembel, sebagai pencetus nama Ujungberung Rebels yang
didalamnya terdiri dari penulis, teknisi, enginer, distributor, dll.
Terbentuknya Homeles Crew akhirnya membuat dobrakan pertama dengan
membuat album kompilasi musik underground sebanyak 20 band di bawah
bendera Ujungberung Rebels. “Extreme Noise Grinding inilah cikal bakal
segala dinamika Ujungberung Rebels, hingga hari ini. ENG digagas para
pionir seperti Yayat dan Dinan sebagai wadah kreativitas anak-anak
Ujungberung,” kata Kimung, Kamis (9/8). Sukses menggebrak dengan
pembuatan album kompilasi, propaganda selanjutnya yang dilakukan
Ujungberung Rebels adalah membuat acara musik yang menampung sejumlah
band metal lokal untuk dipentaskan dalam skala besar. Sehingga, munculah
Bandung Berisik Demo Tour yang lebih akarab dikenal sebagai Bandung
Berisik I. Pada Bandung Berisik I, sebanyak lima belas band Ujungberung
unjuk gigi, ditambah bintang tamu Insanity dari Jakarta. Hingga kini,
Bandung Berisik tetap diusung masyarakat metal Ujungberung selain tiga
pergelaran khas Ujungberung lainnya, Death Fest, Rottrevore Death Fest,
dan Rebel Fest. Tercatat, hingga 2012 pagelaran Bandung Berisik sudah
menginjak kali ke-12 yang merupakan ajang pertunjukan musik metal
terbesar se-Asia. Pertunjukan ini juga disinyalir sebagai cikal bakal
bekerjasamanya pihak Ujungberung Rebels dengan pihak sponsor, setelah
sebelumnya komunitas ini konsen di jalur indie. “Saya bangga dengan
anak-anak Ujungberung Rebels terutama acara tahunan Bandung Berisik yang
sempat mencatat sejarah dan prestasi besar dengan mengumpulkan 25.000
penonton dalam acara Bandung Berisik IV di Stadion Persib, Bandung tahun
2004,” katanya. Hingga saat ini, band-band yang tampil di Bandung
Berisik semakin banyak dengan kehadiran band pendatang baru yang tetap
konsisten di jalur indie label. Namun, setiap tahunnya band yang paling
ditunggu-tunggu para penonton masih disematkan kepada Burger Kill.
Kimung, yang juga sempat menjadi personil Burger Kill menjelaskan
komunitas dari band- band lingkup Ujungberung Rebels sudah seharusnya
merapat ke jalur major, seperti halnya yang telah dilakukan Burger Kill
pada 2000 lalu dengan menggaet major Sony Music Entertainment Indonesia
(SMEI). “Sebagai musisi, seharusnya kita bergerak di semua lini, jalur
major, indie dan apa pun itu namanya, yang penting kita berkarya
sekreatif mungkin, jangan cuma berkutat di komunitas saja kalau mau
maju,” katanya. Kimung memberikan contoh, ketika Burger Kill tampil di
salah satu acara yang kerap mengusung musik-musik underground, Radio
Show, dia bisa membuktikan bahwa band underground Bandung pun bisa
berani memasang badan di media mainstream. Apalagi, lanjutnya, Burger
Kill sempat menerima penghargaan AMI Awards sebagai kategori Best Metal
Production. Selain itu, dia menambahkan dengan terbentuknya proyek
terbaru bareng musisi undergorund lainnya dengan membentuk Karinding
Attack, dia mengatakan tidak ada yang salah jika sebuah kelompok musik
yang dari awalnya mengusung semangat independen menjadi mainstream.
Karinding Attack, yang dibentuknya barenga vokalis Jasad, Iman dan
kawan-kawan pun sudah banyak berkolaborasi dengan artis-artis papan atas
nasional. Dengan mengusung kebudayaan lokal, Karinding Attack sudah
mendobrak industri musik di jalur yang lebih luas. “Kalau di komunitas
Ujungberung Rebels sendiri, ada dua nama yang hingga saat ini berani
tampil di industri atau pun major, yaitu Burger Kill dan Karinding
Attack,” katanya. Dia menjelaskan bagaimana Burger Kill sempat
berkolaborasi dengan Fadly dari band Padi atau Karinding Attack yang
berkolaborasi denga Peterpan dan sebuah pertunjukan baru-baru ini bareng
Meriam Belina dan Didi Petet. “Memang kami mengakui ada nada-nada yang
kurang respons ketika kami mengambil jalur major, atau ketika Karinding
Attack berkolaborasi dengan artis-artis dari pihak major. Namun, perlu
dicatat, bukan berarti kami tidak konsisten dengan idealisme yang kami
miliki, kalau sudah tidak menjaga idealisme, buat apa kami bikin Bandung
Berisik setiap tahunnya,” kata kimung. Sementara itu, kelompok
karinding Mapah Layung lebih mempertahankan jalur indie agar rasa dalam
bermusik bisa terus dipertahankan. Seperti diyakini, jalur indie
mengusung kebebasan berekspresi dan jauh dari beragam intervensi seperti
yang dilakukan major label. Aras Rasyid, pentolan Mapah Layung
memaparkan berkesenian khususnya dalam bermusik merupakan panggilan jiwa
dari dalam diri seniman. Bermusik yang baik, lanjutnya adalah bermusik
yang datang dari hati dan bukan tekanan dari orang lain. “Kami sengaja
memilih indie, karena pencapaian musik di jalur ini tidak terbatas. Pada
indie, kami sangat leluasa berkarya, mengeksplore segala bentuk musik,
dan ditantang untuk mempertanggung jawabkan karyanya. Dan yang paling
penting, bersikap sederhana tanpa merasa diri paling besar,” tutupnya.
Dia menjelaskan dari sekian kelompok-kelompok musik karinding khususnya
di Bandung, ada perbedaan mencolok yang diusung Mapah Layung sendiri.
Kolaborasi yang memadukan musik etnik dengan jazz, rock dan blues
menjadi ciri khas yang sangat kuat. Apalagi, citra musik yang dipadukan
Mapah Layung kebanyakan terinspirasi dari masing- masing personil yang
notabene pecinta musik rock dan klasik semacam Pink Floyd, Led Zeppelin,
Iron Maiden, Deep Purple hingga Yngwie malmstein. sumber: komunitas musik underground